Monday, December 19, 2016

Jarak




Kaki ku melangkah lunglai menghampiri seorang pria yang tengah duduk memandangi ponsel miliknya. Nampak gelisah, ku lihat keringat bercucuran melalui pelipisnya.
“ Assalamu’alaikum”
“ Waalaikumsalam, akhirnya kau sampai”
“Maafkan jika kamu menunggu terlalu lama, tapi menurut jam ku, aku datang tepat waktu”
“Ya benar, hanya saja aku ingin segera bertemu denganmu”
“Baiklah, sekarang kita sudah bertemu, lalu?”
“aku ingin mengatakan sesuatu”
Seketika itu juga jantungku berdetak lebih kencang dari beberapa detik sebelum dia mengatakannya. Aku sudah menduganya. Tak biasanya dia terlihat gugup bertemu denganku selain dia ingin menyampaikan hal penting seperti hari itu.
“aku berhasil mendapatkan beasiswa itu Humaira, Allah telah mengabulkan doa kita.”
“Alhamdulillah, selamat Farabi” aku tersenyum bangga atas prestasi yang diraihnya, ku lihat dia tersenyum. Namun, senyumnya berbeda. Bukan senyum yang dibiasa diberikan Farabi padaku. Senyum itu terasa hambar.
Aku hanya mampu terdiam.
“nampaknya kamu begitu bahagia Hum.”
“Ya! Bagaimana mungkin aku tidak bahagia ? Rusia adalah Negara hebat dan kau mampu menaklukannya. Lalu, sebab apa yang membuatku tak bahagia?”
Aku berbohong.
“Aku akan berangkat seminggu lagi. Itu artinya lusa adalah pertemuan terakhir ku denganmu sebelum keberangkatan ku. Apa itu tak mampu menjadi sebab ketidakbahagiaanku, Humaira?”
Detik itu juga kerongkonganku tercekik. Perutku serasa melilit. Baru dua minggu lalu kami saling mengungkapkan perasaan, setelah melalui empat tahun bungkam dan saling memendam, setelah empat tahun menunggu.
Dua minggu lalu komitmen untuk ber Ta’aruf kami buat. Dua minggu lalu, di tempat ini pula air mata bahagia ku biarkan terjatuh. Namun  sore ini angin berhembus menjatuhkan air mata ku.
Ya Allah maafkan aku karena telah membohongi hati ini dan berpura-pura bahagia. Namun apalah daya, aku hanya tak ingin menghalangi cita-cita dan impian pria yang sedang berdiri di depanku ini. Sesungguhnya kau tahu apa yang ada dalam hati ini, sesungguhnya kau Dzat yang paling tahu bahwa kami, saling menyayangi.
“Fabi,” begitu biasa ku panggil namanya.
“tahu kah kamu, sejauh apapun jarak yang memisahkan kita, Allah selalu ada untuk mendekat dan mendekap kita. Do’a. aku yakin kamu paham lebih dari yang ku tahu mengenai itu”
Perbincangan sore itu berhenti  karna suara adzan berkumandang. Kami memutuskan menyudahi pertemuan itu dan pergi menuju masjid University College London Islam Society, yang letaknya tak jauh dari UCLU George Farha CafĂ© Bar tempat kami berbincang.
          Waktu berlalu begitu cepat, siang ini pesawat yang membawa Fabi akan segera berangkat. Ku antarkan dia menuju Bandar Udara Internasional London Heathrow dengan perasaan tak menentu. Aku hanya percaya bahwa Fabi merasakan hal yang sama. 
Hari itu di samping UCL Library , di bawah pohon oaks , Fabi mengutarakan perasaanya. Ku ingat betul bagaimana dia gugup layaknya sedang menjalani  sidang.  Dulu ketika hendak menyelesaikan studi nya di Universitas Gadjah Mada. Kini kami tengah menjalani studi S2 di University College London, yang beberapa menit lagi akan dipisahkan jarak, ruang, dan waktu.
“London-Rusia” Fabi membuka pembicaraanya.
“Humaira, sanggupkah aku menjaga hati ini?” suaranya bergetar menunjukan bahwa ada keraguan dalam hatinya.
Aku tak ingin memperkeruh keadaan ini, sebenarnya aku sama sekali tak ingin dia pergi. Tapi aku tak mungkin menjadi penghalang nya untuk meraih mimpi. Alasan kami tidak ingin mengikat diri dengan status pacaran adalah Allah. Alasan lainnya adalah, aku yang tengah berusaha memperbaiki dan memantaskan diri untuk-Nya, untuk kedua orangtua ku di Indonesia, dan untuk Fabi.  Keluarga Farabi adalah keluarga yang cukup disegani di kota kami. Ayahnya yang menjabat sebagai mufti di kota kami, tak mungkin menjadikan aku seorang Humaira yang tak lebih baik dari Siti Fatimah menjadi istri dari putra tunggalnya itu.
Hari itu masih ku ingat perkataan Fabi  “Aku pernah dipertemukan dengan gadis cantik luar biasa yang berasal dari keluarga berada oleh ayahku. Aku pernah hampir dijodohkan dengan wanita kaya raya yang tentu agamanya tak diragukan oleh ayahku. Tapi Allah memilihkan aku wanita yang jauh lebih baik dari mereka semua, Allah memilihkanku untuk menyayangi mu, Humaira”  
“Fabi, ingatlah ini
“Jika menuntut ilmu itu kau lakukan di jalan Allah,Jika yang kau ingat selalu dalam hatimu itu Allah,  Jika kau mampu menjaga Iman dan Islam mu itu, maka tak akan ada lagi keraguan bahwa kau akan mampu menjaga hatimu”
Aku tak mampu memandang mata pria itu. Aku tak sanggup menatap ekspresi apa yang akan dia berikan ketika mendengar apa yang aku katakan.
“Humaira, ku kembalikan hatimu untuk kau jaga. Aku tak akan menuntut mu untuk tetap menunggu ku, juga menuntut hati itu hanya akan jadi milikku. Jika nanti ada pria yang lebih baik dari aku meminta hati itu, berikan. Itu berarti Allah tidak ingin melihat kita bersama.”
“Fabi..”
“Jika aku memaksamu menjaga hati itu karena ku, rasa sakit yang akan kau dapat. Namun jika ku biarkan Allah yang menjaga hati itu, takdir memiliknya kembali bukanlah sebuah mimpi, Humaira.”
Detik itu juga air mata ku terjatuh. Tepat dengan terdengarnya pengumuman bahwa maskapai yang akan membawanya akan segera berangkat.
“Jangan menangis Humaira, pasrahkan semuanya dan biarkan Allah membahagiakan mu sesuai dengan rencananya”
“Fabi, berjanjilah satu hal. Jangan pernah kau gadaikan Iman mu semiskin apapun kamu. Berjanjilah bahwa kau akan segera kembali dengan membawa Iman dan Islam”
“Aku berjanji Humaira ku”
          Fabi berbalik seraya mendorong kereta yang penuh dengan tumpukan koper itu. Langkah kaki nya mantap menjauhi ku. Senyum terakhir yang dia singgungkan tak dapat ku definisikan. Aku hanya berdoa kepada Nya, bahwa kami akan dipertemukan dengan utuh. Hati ini milik Nya kembali,  begitu pula hati Farabi. 





#Cerpen
#Indonesia

Monday, September 26, 2016

Foods~~



Before I go to China, I never imagine what kind of food will I eat and how it taste. I tell myself that everything is okay as long as it is not pork, blood or some food that forbidden to eat (based on my religion). I thought, I would find the taste as same as Indonesian foods but in fact, I never found the ‘Indonesian taste’ in Chinese food up to now. There are maybe some similar kinds of food but it tasted totally different since I hardly find any Chinese food using sweet soy sauce here, in China.
Indonesia has many kinds of foods. There are thousand islands in Indonesia, and each of them has different style and taste. There are national and regional dishes that are all unique and taste well. The Unique part of eating in Indonesia is it is common to see people eating with their hands while others using spoon and fork. In China, people using chopsticks every time and in every food. They also eat porridge with chopsticks. They use spoon only for soup and I can’t find fork except in Pizza Hut restaurant. This is different with Indonesia. In Indonesia, people use chopsticks when they are eating noodles.
Indonesian food often put salt, or other spices on its food because Indonesia known as “Spice Island” that’s why European take over our country in the past. Indonesian food is influenced heavily by coconut milk, soy sauce and peanuts. Chinese foods usually use less of sauce and more use of straight forward or raw ingredients. If in Indonesia people use coconut milk for ingredients in their food, people in China drink the coconut milk like they drink orange juice. I also experience to drink coconut milk juice and feel strange because it is beyond my imagination but that is still delicious. Because the use of spices make Indonesian food taste better in my mouth than Chinese food because most of them are tasteless for the vegetables and seafood or other than that, Chinese foods are spicy and it is spicier than spicy foods in Indonesia.
Both Indonesian and Chinese food have their own culture, their own uniqueness, and their own characters. It is a good experienced for me to taste the real Chinese food in China and recognize the differences with Indonesian food. I like China and Chinese foods but I prefer to choose Indonesian foods anyway
here are some pictures~~~ 

The never ending foooods (a.k.a. welcoming party's food)

 
Muslim restaurant, Halal food

closing party still with the never ending foods
Daily meals. fruits are my fav!

Monday, July 11, 2016

Journey begins



10 th  July 2016 was an amazing yet horrible day for me. Honestly, I can’t decide it’s a horrible or amazing day. That day, was my first time travelled abroad alone. My flight was at 6.45 a.m.  Me and my family went to the Airport at 4.00 a.m. it’s too early? No it’s not. The airport was full of people and big luggage LOL. My mother’s accompany me until I checked in and then we were separated.  Little bit sad yet excited.  I did a long flight alone, started at Sunday, 10th July 2016 at 6.45 a.m. until 1.41 a.m. on Monday, 11th July 2016.
So, now I wanna write it all here. I’d like to write my story chronologically, week by week but I’m not sure when to post it here. A busy day comes every day.  Many tasks, many activities, always kidnap me. I’ll try to post it even no one will read it. Once again, This blog for me means a digital diary, a place to remember.  


Here some photos to start the journey~~     

Aeroplane's food


Arrived at Gaoqi Int’ Airport

Dormitory